PENANAMAN MODAL DI INDONESIA DAN BERBAGAI PERMASALAHANNYA
PENGATURAN
PENANAMAN MODAL DI INDONESIA DAN BERBAGAI PERMASALAHANNYA
OLEH
NUR
MOKLIS
A. LATAR
BELAKANG
Investasi
merupakan salah satu cara perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan kas jika
terjadi surplus. Dengan berinvestasi maka dana yang terdapat dalam kas
perusahaan tidak menganggur. Investasi dapat dimaksudkan sebagai akumulasi dari
suatu bentuk aktiva untuk memperoleh manfaat dimasa yang akan datang.[1]
Dengan
adanya investasi maka perusahaan mengharapkan beberapa keuntungan yakni
terjaminnya manajemen kas, terciptanya hubungan yang erat dan memperkuat posisi
keuangan suatu perusahaan. Investasi merupakan unsur yang sangat penting dalam
perusahaan. Aktivitas investasi yang dilakukan oleh perusahaan
akan dijadikan sebagai dasar penilaian manajemen kas perusahaan.
Penilaian
kinerja perusahaan ini sebagian atau seluruhnya dapat dinilai dari penggunaan
kas untuk investasi. Bagi perusahaan investasi adalah cara untuk menempatkan
kelebihan dana sedangkan untuk perusahaan lainnya investasi merupakan sarana untuk
mempererat hubungan bisnis atau memperoleh suatu keuntungan perdagangan. Apapun
motivasi perusahaan dalam melakukan investasi, investasi tetap merupakan sarana
dalam menentukan posisi keuangan perusahaan.
Indonesia merupakan negara yang sedang
membangun .Untuk itulah diperlukan adanya modal dan investasi yang besar untuk
mensejahterakan seluruh masyarakatnya. Namun patut disadari bahwa untuk
mencapai tujuan tersebut memerlukan kerja keras semua pihak. Untuk melakukan
pembangunan membutuhkan modal yang tidak sedikit dan apabila hanya mengandalkan
modal dari Pemerintah, hampir bisa dipastikan sulit untuk mencapai hal
tersebut. Untuk itulah perlu dicari sumber pendanaan yang lain, diantaranya
melalui penanaman modal. Apabila ditilik dari sejarahnya, kegiatan investasi
atau penanaman modal mulai memasuki fase legal formal adalah sejak
diundangkannya UU No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
Keberadaan kedua instrumen tersebut
diharapkan dapat memberikan payung hukum terselenggaranya kegiatan investasi di
Indonesia meskipun seiring dengan perkembangan waktu dan tuntutan kemajuan
zaman, keberadaan kedua undang-undang tersebut dirasa tidak lagi relevan serta
menjawab tantangan serta persoalan mendasar terkait dengan penanaman modal.
Berdasarkan hal tersebut kemudian dilakukan revisi dan perubahan kedua
undang-undang tersebut menjadi UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
yang didalamnya memuat materi tentang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal
Dalam Negeri. Istilah investasi maupun penanaman modal adalah istilah yang
dikenal oleh masyarakat. Investasi digunakan sebagai istilah populer dalam
dunia usaha.Sedangkan penanaman modal digunakan dalam istilah
perundang-undangan.Di kalangan masyarakat luas,Investasi memiliki pengertian
lebih luas karena mencakup investasi langsung (Direct Investment) dan
Investasi tak langsung (portofolio Investment).Sedangkan penanaman modal
lebih berkonotasi kepada investasi langsung.[2]
Penanaman modal menurut Pasal 1 UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
dapat diartikan sebagai segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam
modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah
Indonesia.
Berbagai studi tentang penanaman modal asing
menunjukkan bahwa motif suatu perusahaan menanamkan modalnya di suatu negara
adalah mencari keuntungan. Keuntungan tersebut diperoleh dari berbagai sebab
pendukung seperti upah buruh yang murah, dekat dengan sumber bahan mentah,
luasnya pasar yang baru, menjual teknologi (merek, paten, rahasia dagang,
desain industri),menjual bahan baku untuk dijadikan bahan jadi, insentif untuk
investor dan status khusus negara tertentu dalam perdagangan Internasional.[3]
Sementara bagi negara penerima modal, berharap ada partisipasi penanam modal
atau investor dalam pembangunan nasionalnya.
Penyatuan kepentingan atau persamaan persepsi
antara investor dengan negara penerima modal bukanlah hal yang mudah. Artinya,
apabila negara penerima modal terlalu ketat dalam menentukan syarat penanaman
modal bagi investor, akan menjadi sentimen negatif yang membuat negara dijauhi
oleh para penanam modal. Di sisi yang lain, era globalisasi membuat pemilik
modal lelausa menentukan tempat berinvestasi yang tidak terlalu dibatasi ruang
geraknya.[4]
Fakta menunjukkan bahwa angka invetasi asing
dan investasi domestik sejak masa Orde Baru menunjukkan perubahan yang
signifikan. Hal ini dapat dicermati dari jumlah investasi asing mulai tahun
1967 sampai dengan tahun 1997 sebanyak 190,631,7 miliar dollar AS dan jumlah
proyek yang dibiayai sebanyak 5,699 proyek. Dan dalam rentang tahun yang sama
jumlah investasi domestik sebanyak Rp.580.384.996 triliun.Sementara jumlah
proyek yang dibiayai 11.991 proyek.[5] Pada tahun 2006 jumlah investasi asing di
Indonesia sebanyak 4,69 miliar Dollar AS dan jumlah proyek yang dibiayai
sebayak 801 proyek.Sedangkan investasi domestik,pada tahun yang sama senilai
Rp.20,79 triliun dan jumlah proyek yang dibiayai sebanyak 145 proyek.[6]
Namun semenjak era reformasi investasi di Indonesia banyak mengalami guncangan,
khususnya di era transisi demokrasi, namun investasi mulai stabil di era
pemerintahan presiden SBY.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari fakta tersebut menunjukkan telah terjadi penurunan
signifikan antara jumlah investasi pada era Orde Baru dengan era Reformasi,
namun mengalami peningkatan dimasa presiden SBY yang dapat dirumuskan dalam
permasalahan sebagai berikut:
a.
Apakah permasalahan yang berpengaruh
terhadap penanaman modal asing di Indonesia?
b.
Apakah dampak masuknya investor asing
terhadap kegiatan penanaman modal di Indonesia?
c.
Bagaimanakah pola penyelesaian sengketa
penanaman modal antara pihak penanam modal asing dan pihak nasional?
C. PENDEKATAN
YURIDIS NORMATIF
Penulisan
makalah ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif, penulis akan meninjau
data-data sekunder yang berupa dokumen, arsip dan data-data lain, serta data
sekunder di bidang hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta
ketentuan-ketentuan hukum yang terkait
dengan penulisan makalah ini.
D. PEMBAHASAN
1.
Permasalahan yang berpengaruh terhadap penanaman modal asing di Indonesia.
Kegiatan penanaman modal selalu terkait dengan kemungkinan
terjadinya resiko yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau bahkan hilangnya
nilai modal. Oleh karena itu sebelum melakukan penanaman modal perlu
dipertimbangkan beberapa faktor untuk meminimalkan kerugian sebagai berikut: 1.
Sistem politik dan ekonomi negara yang bersangkutan. 2. Sikap rakyat dan
pemerintahnnya terhadap orang asing dan modal asing. 3. Stabilitas politik,ekonomi
dan keuangan. 4. Jumlah dan daya beli penduduk sebagai calon konsumen. 5.
Adanya bahan mentah dan bahan penunjang. 6. Adanya tenaga buruh yang murah. 7.
Tanah untuk tempat usaha. 8. Struktur perpajakan, pabean dan cukai. 9.
Perundang-undangan, dan hukum yang mendukung jaminan usaha.[7]
Di samping itu, ada beberapa faktor yang tidak dapat
dilepaskan sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah penanaman modal asing di
suatu negara, yaitu sebagai berikut: pertama, Masalah Resiko Menanam Modal: Salah
satu aspek yang perlu diperhatikan adalah aspek stabilitas politik dan keamanan
termasuk aspek kebijakan perekonomian,serta kondisi ekonomi negara tujuan.Pada
tahun 1997, saat Indonesia mengalami krisis moneter dan krisis politik dengan
ditandai turunya Presiden Suharto yang telah berkuasa selama 32 tahun, telah
terjadi eksodus besar-besaran para pemodal asing, karena mereka menganggap
tidak ada jaminan kepastian hukum dan kepastian usaha di Indonesia. Di sisi
yang lain, investor yang bertahan, usahanya juga dalam grafik menurun yang
diakibatkan karena menurunnya daya beli masyarakat akibat banyaknya PHK
besar-besaran. Artinya krisis moneter dan krisis politik memiliki andil besar
terhadap gagal atau suksesnya investasi di suatu negara.[8]
Kedua, Masalah Jalur Birokrasi: Birokrasi yang panjang di
bidang penanaman modal, dapat mengakibatkan situasi yang kurang kondusif bagi
kegiatan penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan niat para pemodal untuk
melakukan investasi. Birokrasi yang panjang serta berbelit-belit, dapat
mengakibatkan keengganan Investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Saat
ini memang telah dilakukan penyederhanaan prosedur perizinan dengan melalui
pola perizinan satu atap. Hal ini tentu saja merupakan upaya konkrit untuk
memangkas rantai perizinan yang terlalu lama dan panjang serta menghindarkan
atau meminimalisasikan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) para pejabat terkait
dengan perizinan kegiatan penanaman modal.[9]
Ketiga, Masalah Transparansi dan Kepastian Hukum: Bagi calon
investor adanya transparansi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan
menciptakan suatu kepastian hukum bagi jaminan usaha investor.Upaya yang dapat
dilakukan dengan terus mempromosikan dan menggali potensi setiap daerah di
Indonesia melalui jalur diplomatik ataupun jalur tekonologi seperti internet
dengan harapan potensi alam dan hasil bumi Indonesia akan menarik Investor
asing untuk mau menanamkan modal di Indonesia. Namun yang tidak kalah
pentingnya adalah terus melakukan koordinasi peraturan terkait investasi
sehingga tidak timbul adanya miskoordinasi dan mispersepsi tentang kegiatan
investasi di suatu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini berdasarkan fakta
bahwa peraturan perundang-undangan di bidang investasi selama kurun waktu
terakhir ini, belum mampu mencerminkan aspek kepastian hukum. Komite Pemantauan
Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mensinyalir adanya konflik antara pemerintah
pusat dan daerah akibat adanya perbedaan penafsiran terhadap UU No 22 Tahun
1999. Salah satu pasal yang menimbulkan masalah di antaranya adalah Pasal 11
ayat (2) yang memberikan kewenangan secara wajib kepada Kabupaten/Kota untuk
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang penanaman modal. Inilah yang
kemudian mengakibatkan adanya dualisme kewenangan. Menurut Bambang Sujagad dari
KPPOD perlu adanya pelayanan satu atap untuk menghindari dualisme tersebut.8
Hal inilah yang sedang dilaksanakan saat ini.[10]
Keempat,. Masalah Alih Teknologi: Adanya peraturan yang ketat
tentang kewajiban alih teknologi juga dapat mengurangi minat investor asing,
karena dalam menghasilkan teknologi tersebut juga membutuhkan biaya penelitian
dan pengembangan yang besar sehingga mereka tentu saja tidak dapat mengalihkan
teknologinya secara Cuma-Cuma.Harus ada kontraprestasi yang dapat diterima oleh
Investor tersebut.[11]
Kelima, Masalah Jaminan Investasi :Adanya jaminan dari Host
Country terhadap kepentingan pemodal dalam hal terjadi kerusuhan, huru hara,
penyitaan (Confiscation), nasionalisasi (Nationalization) serta
pengambilalihan (exproriation) termasuk masalah repatriasi modal (Capital
Repatriation) serta penarikan keuntungan (Profit Remmitance).Nasionalisasi
merupakan salah satu hal yang tidak disukai investor. Pasal 7 ayat (1) UU No 25
Tahun 2007 menyatakan bahwa “Pemerintah tidak akan melakukan tindakan
nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal kecuali dengan
undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, nasionalisasi adalah pencabutan
hak milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modal asing atau
tindakan yang mengurangi hak menguasai dan/atau mengurus perusahaan yang
bersangkutan. Pasal 7 ayat (2) UU No 25 Tahun 2007 menyatakan bahwa dalam hal
pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak
kepemilikan, pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan
berdasarkan harga pasar,yaitu harga yang ditentukan menurut cara yang digunakan
secara internasional oleh penilai independen yang ditunjuk oleh para
pihak.Tujuan pengaturan nasionalisai yang demikian adalah sebagai jaminan
kepastian berusaha bagi investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.Jaminan
tersebut adalah bahwa tindakan nasionalisai tidak akan pernah dilakukan,
kecuali memenuhi persyaratan antara lain : a. Dilakukan dengan undang-undang.
b. Kepentingan negara menghendaki;dan c.
Adanya kompensasi sesuai dengan asas-asas Hukum Internasional. Adapun Pasal 7
ayat (3) UU No 25 Tahun 2007 menyatakan, jika kedua belah pihak tidak tercapai
kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi, penyelesaiannya adalah melalui
arbitrase.Arbitrase yang dimaksud adalah suatu cara penyelesaian sengketa
perdata di luar pengadilan yang didasarkanpada kesepakatan tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.Tujuan pengaturan ini adalah untuk mengambil kepercayaan
dunia terutama negara-negara maju bahwa Indonesia tunduk terhadap Hukum
Internasional dan juga menjadi bukti itikat baik Pemerintah Indonesia untuk
bekerja sama dengan bangsa lain. Terkait dengan hak transfer dan repatriasi
modal telah diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU No 25 Tahun 2007, yang menyatakan
bahwa penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi modal
dalam valuta asing yang dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
terhadap: a. Modal. b. Keuntungan, bunga bank, deviden dan pendapatan lain. c.
Dana yang diperlukan untuk pembelian bahan baku dan bahan penolong, barang jadi
dan setengah jadi serta penggantian barang modal dalam rangka melindungi
kelangsungan hidup penanam modal. d. Tambahan dana yang diperlukan bagi
pembiayaan penanaman modal. e. Dana untuk pembayaran kembali pinjaman. f.
Royalti atau biaya yang harus dibayar. g. Pendapatan dari seorang Warganegara
Asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal. h. Hasil penjualan atau
likuidasi penanaman modal. i. Kompensasi atas kerugian. j. Kompensasi atau
pengambilalihan. k. Pembayaran yang dilakukan untuk pembayaran teknis, biaya
yang dibayar untuk jasa teknik mnajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah
kontrak proyek dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual. l. Hasil penjualan
aset sebagai akibat pengalihan aset yang dimiliki oleh penanam modal
kepada pihak lain yang diinginkan oleh
penanam modal.[12]
Keenam, Masalah Ketenagakerjaan: Adanya tenaga kerja yang
terlatih, terampil dalam jumlah memadai dengan upah yang tidak terlalu
tinggi.Persoalan klasik yang dialami Bangsa Indonesia adalah persoalan tenaga
kerja.Angkatan kerja banyak tidak terserap dalam pasar kerja mengingat
terbatasnya lapangan kerja di Indonesia. Hadirnya investor asing tentu saja
akan dapat menambah kesempatan kerja dan membuka lapangan kerja baru.Baik
disadari ataupun tidak antara masalah penanaman modal dengan masalah
ketenagakerjaan terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat. Penanaman
modal di satu pihak memberikan implikasi terciptanya lapangan kerja yang
menyerap sejumlah besar tenaga kerja di berbagai sektor, sementara di pihak
lain kondisi sumber daya manusia yang tersedia dan situasi ketenagakerjaan yang
melingkupinya akan memberikan pengaruh yang besar bagi kemungkinan peningkatan
atau penanaman modal. Permasalahan ketenagakerjaan pada kegiatan penanaman
modal adalah sebagai berikut: a. Proses pengalihan teknologi dan keterampilan
seringkali berjalan lambat dan tersendat sendat. b. Adanya pelanggaran terhadap
izin kerja tenaga kerja asing. c. Keterampilan dan produktivitas tenaga kerja
Indonesia masih rendah. d. Upah tenaga kerja Indonesia yang sangat rendah seing
disalahgunakan oleh pihak asing. e. Kuantitas tenaga kerja Indonesia sangat
besar yang tidak sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. Kebijakan
kebijakan yang diperlukan dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan tersebut
adalah sebagai berikut: a. Dari segi pilihan tenik produksi perlu
dipertimbangkan proyek yang bersifat Low Capital Labor Ratio dengan
kombinasi proporsional padat modal (high ratio of capital to labor) b.
Perlu ada terobosan baru dalam peningkatan pendidikan kejuruan dan
keterampilan. c. Strategi upah buruh yang murah harus digantikan dengan
keunggulan komparatif, berupa tenaga kerja terampil. d. Harus ada komitmen
untuk menjaga lingkungan kerja yang kondusif bagi semua pihak. e. Perlu ada
penerapan ketentuan ketenagakerjaan yang transparan.
Ketujuh, Masalah Infrastruktur; Tersedianya jaringan
infrastruktur pokok yang memadai dan berperan penting dalam keberhasilan
penanaman modal di suatu negara.Di Pulau Jawa, keberadaan infrastruktur ini
cukup memadai, namun di luar Jawa terutama Indonesia bagian timur, persoalan
infrastruktur masih menjadi kendala utama. Ketiadaan akses jalan, jembatan dan
prasarana pendukung lainnya seperti jaringan komunikasi, listrik dan air bersih
masih belum tersedia di semua tempat. Hal inilah yang dapat membuat investor
enggan untuk berinvestasi di daerah tersebut.[13]
Kedelapan, Masalah Keberadaan sumber Daya Alam: Keberadaan
bahan baku untuk komoditi industri menjadi menarik apabila didukung oleh
kebijkan investasi yang tepat serta jaminan kepastian hukum terkait kontrak
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam.Arah kebijakan investasi dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009-2014 adalah ke
Indonesia bagian timur, mengingat di bagian timur Indonesia masih kaya akan
potensi alam yang belum tergali seperti emas, nikel, timah ,batubara , minyak
bumi serta hasil hutan lainnya seperti kayu dan rotan.[14]
Kesembilan, Masalah akses Pasar:Indonesia merupakan negara
dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar yang sangat besar
setelah Cina. India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk yang besar ini
merupakan nilai tambah bagi kemajuan ekonomi Indonesia namun tanpa adanya
perbaikan struktur ekonomi secara keseluruhan serta kebijakan ekonomi yang
strategis dan berpihak kepada rakyat maka daya daya beli masyarakat akan tetap
rendah. Hal inilah yang berbahaya bagi kelangsungan investasi di Indonesia.[15]
Kesepuluh Masalah Insentif Perpajakan: Insentif pajak
berdasarkan Letter of Intent dengan IMF tanggal 14 Mei 1999
mencakup:percepatan periode amortisasi, perpanjangan periode kompensasi
kerugian, pengurangan pengenaan pajak atas deviden serta reformasi perpajakan
di bidang pajak pertambahan nilai, cukai rokok, dan tarif impor.[16]
Kesebelas, Mekanisme penyelesaian Sengketa yang Efektif :
Forum penyelesaian sengketa, baik melalui peradilan atau badan arbitrase
internasional atau penyelesaian sengketa alternatif lainnya mencerminkan
netralitas serta profesionalisme Hakim atau Arbiter dalam pengambilan
keputusan.[17]
2.
Dampak masuknya investor asing terhadap
kegiatan penanaman modal di Indonesia
Keberadaan investor asing di Indonesia tentu saja menimbulkan
adanya dampak positif selain juga adanya dampak negatif berupa permasalahan di
bidang penanaman modal yang perlu untuk diidentifikasi agar dapat diminimalisir
keberadaannya. Adapun dampak positif masuknya Investor asing bagi Indonesia
adalah : pertama, Meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) melalui
pengelolaan sumber daya ekonomi. Menurut Raden Pardede,11 pertumbuhan ekonomi
yang dapat menyerap tenaga kerja adalah pertumbuhan ekonomi sekitar 6-7 persen,
dengan kisaran angka itu diperkirakan lapangan kerja dan tabungan masyarakat
meningkat.[18] Dengan
perkiraan pertumbuhan sebesar 6,3 persen di tahun 2007, menurut perkiraan
KADIN, setidaknya dibutuhkan total investasi Rp 989 Triliun dengan asumsi
pertumbuhan ekonomi 6,6 persen.Sedangkan untuk 2008, setidaknya nilai investasi
dibutuhkan mecapai Rp 1000 triliun.[19]
Kedua, Penyediaan Lapangan Kerja: Krisis moneter 1997
mengakibatkan angka pengangguran di Indonesia menjadi meningkat.Pertumbuhan
angka investasi jelas akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan
selanjutnya mempengaruhi jumlah pengangguran serta perputaran roda
perekonomian.Jika tidak ada perkembangan ekonomi yang optimal, hal ini akan
menciptakan masalah sosial yang memperburuk stabilitas keamanan dan juga
politik.
Ketiga, Mengembangkan Industri substitusi import untuk
menghemat devisa: Perusahaan asing di Indonesia memproduksi barang yang
sebelumnya di import , sehingga akan menghemat devisa Indonesia.Di samping itu
diperlukan ketersediaan lahan untuk mendirikan industri pendukung. Pada saat
ini para pengusaha AS lebih memilih berinvestasi di Cina karena kesiapan
industri pendukung disana.Untuk membangun industri pendukung, setidaknya ada
dua cara, yaitu pertama; dengan menarik investor asing untuk membangun
langsung industri pendukung; dan kedua, menumbukan industri lokal agar
mampu medirikan industri pendukung.Namun untuk itu perlu adanya penguatan tax
incentive system.
Keempat, mendorong berkembangnya Industri barang ekspor non
migas untuk mendapatkan devisa: Sejak krisis ekonomi, ekspor nasional nonmigas
terus mengalami penurunan.Padahal dari ekspor inilah memperoleh devisa dengan
cepat sehingga dapat digunakan untuk melakukan recovery ekonomi.[20]
Untuk itulah berbagai hambatan dalam ekspor non migas harus dicarikan solusi
dan stimulus agar nilai ekspor segera meningkat.
Kelima, pembangunan Daerah Tertinggal: Invetasi asing
diharapkan sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam pembangunan terutama
untuk membangun infrastruktur di daerah tertinggal dan perbatasan.Pembangunan
infrastruktur utama seperti jalan, jembatan listrik, telepon dan air minum
merupakan kunci pembukaan isolasi daerah-daerah tertinggal. Terbukanya isolasi
daerah tertinggal akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
setempat karena dengan dibukanya akses tersebut maka kegiatan perekonomian akan
berjalan lancar dan pendapatan perkapita masyarakat serta pendapatan daerah
juga akan meningkat.
Keenam, Alih teknologi: PMA diharapkan dapat mewujudkan alih
teknologi dan peningkatan ilmu pengetahuan.Kelemahan negara berkembang dalam
bidang teknologi akan sangat mempengaruhi transformasi dari agraris menuju
industrialisasi.
Selain dampak positif masuknya investor asing ke Indonesia,
juga ada beberapa permasalahan yang merupakan sisi negatif penanaman modal
asing di Indonesia, yaitu sebagai berikut: pertama Penanaman modal asing
seringkali mengeruk keuntungan melalui praktik praktik tidak wajar seperti Transfer
Pricing (Memindahkan dana dari satu cabang ke cabang lain dalam lingkungan
satu Multi National Corporation yang mempunyai cabang di berbagai negara
dengan tujuan untuk menghindari pajak secara sistematis)[21],
penyelundupan pajak, penguasaan pasar melalui monopoli dan sebagainya. Pengertian
Monopoli menurut Pasal 17 UU No 5 Tahun 1999 adalah : “pemusatan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa tetentu sehingga dapat
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan umum”.
Monopoli adalah penguasaan praktek produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa. Namun tidak semua tindakan penguasaan produk merupakan
pelanggaran.Monopoli yang terjadi karena keunggulan produk dan melalui
perjuangan dan persaingan yang panjang sehingga menjadikan perusahaan besar dan
kuat serta mempunyai pangsa pasar yang fanatik tidak termasuk pelanggaran
Sehingga harus ada unsur yang harus dipenuhi sebelum menyatakan bahwa
penguasaan praktek produksi dan pemasaran barang atau jasa merupakan praktek
monopoli.[22]
Kedua, Perbedaan sistem hukum antara penanam modal asing yang
menganut faham Anglo Saxon dengan sistem hukum Indonesia yang menganut sistem
Eropa-Kontinental.Pada sistem Anglo Saxon,perjanjian kerja sama lebih rumit dan
terinci dari perjanjian dalam sistem hukum Eropa kontinental sehingga penanam
modal, baik asing maupun nasional harus memahami mengenai hal ini.
Ketiga, Pihak penanam modal asing seringkali tidak rela
melepaskan semua rahasia perusahaan atau trade secret terutama dalam
alih teknologi, sementara itu pengusaha nasional terlalu status oriented atau
lebih menikmat sebagai presiden Direktur daripada menjadi managing director yang
mengendalikan Perusahaan PMA.[23]
3.
Pola penyelesaian sengketa penanaman
modal antara pihak penanam modal asing dan pihak nasional
Dalam penanaman modal asing, besar kemungkinan terjadi
perselisihan atau sengketa antara pihak penanam modal asing dengan pihak
nasional.Perselisihan atau sengketa tersebut harus mendapatkan penyelesaian. Penyelesaian
sengketa menurut Richard L. Abel adalah “Pernyataan publik mengenai tuntutan
yang tidak selaras (inconsistent claim) terhadap sesuatu yang bernilai” Untuk
mengatisipasi terjadinya perselisihan antara pihak nasional dengan pihak asing
di bidang penanamn modal tersebut, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi International
Convention on The Settlement of Dispute (ICSID) melalui UU No 5 Tahun 1968
tentang Penyelesaian perselisihan antara negara dan warga negara asing mengenai
penanaman modal.
Konvensi ICSID mengakui hak individu untuk menjadi pihak
dihadapan arbitrase ICSID.Namun hanya untuk sengketa di bidang penanaman modal
dan negara dari Individu yang bersangkutan telah menjadi anggota Konvensi ICSID
(Konvensi Washington
1965).[24]
Dengan meratifikasi konvensi tersebut,Pemerintah Indonesia berupaya untuk
memberikan rasa aman bagi Investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia
sehingga citra Indonesia di mata Internasional menjadi baik. Pasal 32 UU No 25
Tahun 2007 secara garis besar menyatakan cara penyelesaian sengketa di bidang
penanaman modal dilakukan dengan melalui cara sebagai berikut: 1) Musyawarah
mufakat; 2) Arbitrase; 3) Pengadilan; 4) ADR (Negosiasi,Mediasi dan Konsiliasi)
5) Khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dalam
negeri,sengketa diselesaikan melalui arbitrase ataupun pengadilan, dan 6)
Khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal asing diselesaikan
melalui Arbitrase Internasional yang disepakati.
Arbitrase
merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan umum yang
mempunyai kelebihan sebagai berikut: 1. Pihak yang bersengketa dapat menghindar
dari proses yang memakan waktu dan dana disebabkan oleh hal-hal prosedural dan
administratif. 2. Pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang memiliki
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang relevan dengan masalah yang
disengketakan.
Selain
Arbitrase ICSID, Arbitrase ICC (International Chamber of Commerce) juga
dapat menjadi pilihan. Indonesia sendiri sudah meratifikasi New York
Convention on Recognition and enforcement of Foreign Arbtral Award of 1958.
Sementara itu, penyelesaian melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)
juga dapat dilakukan. Untuk dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase,
biasanya para pihak merumuskan dalam klausul arbitrase pada perjanjian yang
mereka buat, baik dalam bentuk pactum de compromitendo maupun dalam
bentuk akta kompromis.19 Namun yang perlu mendapat perhatian, bahwa tidak semua
putusan arbitrase asing dapat memperoleh pengakuan dan dapat dilaksanakan di
Indonesia.Untuk itu, putusan arbitrase asing tersebut harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: 1) Putusan arbitrase internasional dijatuhkan
oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara
Indonesia terikat perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral
mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. 2) Putusan
arbitrase internasional tersebut menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk
dalam ruang lingkup hukum perdagangan. 3) Putusan arbitrase internasional yang
dapat dilaksanakan di Indonesia adalah putusan arbitrase yang tidak bertentangan
dengan ketertiban umum. 4) Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan
di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Negeri Pengadilan Jakarta
Pusat.5) Terhadap putusan arbitrase internasional yang salah satu pihaknya
adalah negara Indonesia, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur
dari Mahkamah Agung RI yang selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.[25]
Untuk pelaksanaan eksekuatur selanjutnya beserta sita eksekutorial tetap
mengacu kepada ketentuan pasal 206 HIR/RBG.
E. PENUTUP
Dari kajian diatas maka
dapat disimpulkan sebagai berikut dibawah ini:
1. KESIMPULAN
a)
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penanaman modal
asing di Indonesia adalah sistem politik dan ekonomi negara yang bersangkutan,
sikap rakyat dan Pemerintahannya terhadap orang asing dan pemodal asing,
stabilitas politik, ekonomi dan keuangan, jumlah dan daya beli penduduk sebagai
calon konsumen, adanya bahan baku pendukung industri, tenaga buruh yang
memadai, tanah tempat usaha, struktur perpajakan, pabean dan cukai serta
perundang-undangan dan hukum yang mendukung jaminan usaha.
b)
Penanaman modal asing di Indonesia memiliki dampak
positif dan negatif. Dampak positifnya
berupa pertumbuhan ekonomi (Economic Growth), penyediaan lapangan kerja,
berkembangnya industri substitusi import untuk menghemat devisa, mendorong
berkembangnya industri barang ekspor nonmigas untuk mendapatkan devisa,
pembangunan daerah tertinggal,serta alih teknologi. Sedangkan dampak negatifnya
adalah penanam modal asing seringkali menangguk keuntungan melalui praktik
tidak wajar seperti transfer pricing, penguasaan pasar melalui monopoli
dan sebagainya, perbedaan sistem hukum anglo saxon dan Kontinental dapat
menimbulkan perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan dan pembuatan perjanjian yang
berpotensi menimbulkan persoalan yuridis di kemudian hari, serta persoalan alih
teknologi seringkali tidak dapat berjalan sesuai harapan akibat pihak asing
tidak rela melepaskan tekonologi atau rahasia dagang mereka sehingga berakibat
angka ketergantungan terhadap penanam modal asing masih tetap tinggi.
c)
Penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal adalah
melalui musyawarah mufakat, Pengadilan, ADR ataupun Arbitrase. Khusus untuk
sengketa antara Penanam modal asing dengan Pemerintah negara Indonesia
diselesaikan melalui Arbitrase Internasional ICSID ataupun ICC.
2. SARAN-SARAN
a)
Konsistensi menjadi keniscayaan dalam pelaksanaan UU No
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan peraturan pelaksananya agar penanam
modal asing terjamin keamanannya dan mendapatkan perlindungan hukum dalam
kegiatan penanaman modal di Indonesia.
b)
Supaya Investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya
di Indonesia tidak cukup hanya dengan memberikan kemudahan investasi saja
tetapi juga diperlukan perlidungan terhadap hak milik intelektual. Hal ini
untuk mengatasi berbagai pelanggaran atau pembajakan yang dapat merugikan
kelangsungan sebuah investasi di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
“Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran”, Media
Indonesia, 10 Agustus 2007.
Ana Rokhmahmatussa’dyah dan Suratman, “Hukum
Investasi dan Pasar Modal” Sinar Grafika,
Jakarta, Cet II, 2010
Dhaniswara K. Harjono, ”Hukum Penanaman
Modal”, Raja Grafindo Persada, Jakarta.,2007.
Dhaniswara K.Hardjono, “Pemahaman Hukum
Bisnis Bagi Pengusaha”, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2006.
Erman Radjagukguk, “Hukum Investasi di Indonesia”, UAI
Press,Jakarta, 2007.
FX Sodijana dkk, “Ekonomi Pembangunan
Indonesia (Tinjauan Aspek Hukum)”, Universitas atmajaya, Yogyakarta. 2008.
Hendrik Budi Untung, “Hukum Investasi”,
Sinar Grafika, Jakarta, , 2010.
Huala Adolf, “Hukum Perdagangan
Internasional”,Raja Grafindo Persada, 2005Jakarta.
Jawa Pos,6 Januari 2002.
Kompas, 12 Agustus
2009.
L. Budi Kagramanto, “Mengenal Hukum
Persaingan Usaha”, Laros ,Surabaya, 2008.
Salim HS, ”Hukum Investasi di Indonesia”,
Raja Grafindo Persada,Jakarta,2008.
Soedjono Dirdjosisworo, “Hukum Perusahaan
mengenai Kegiatan Menanam Modal di Indonesia”, Mandar Maju, Bandung, 1999.
UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa.
[1] Disarikan dari Ana
Rokhmahmatussa’dyah dan Suratman, “Hukum Investasi dan Pasar Modal”
Sinar Grafika, Jakarta, Cet II, 2010,
hlm.1-2
[2]Dhaniswara K. Harjono, ”Hukum
Penanaman Modal”, Raja Grafindo Persada, Jakarta.,2007, hlm.10
[3] Erman Radjagukguk, “Hukum Investasi di Indonesia”, UAI
Press,Jakarta, 2007, hlm.1
[4] Hendrik Budi Untung, “Hukum
Investasi”, Sinar Grafika, Jakarta, , 2010, hlm.5
[5]Salim HS, ”Hukum Investasi di
Indonesia”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.h.1-2
[6] Ibid.hlm.3
[7]
Soedjono Dirdjosisworo, “Hukum Perusahaan mengenai Kegiatan Menanam Modal di
Indonesia”, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm.226
[8]
Ana Rokhmatus Sa’dian Suratman, Op.,Cit, hlm.6.
[9]
Ibid., hlm.7
[10]
Ibid., hlm8-9
[11]
Ibid., hlm.9
[12]
Ibid., hlm. 10
[13]
Ibid., hlm.10
[14]
Ibid., hlm.11
[15]
Ibid., hlm.11
[16]
Ibid., hlm.12
[17]
Ibid., hlm.12
[18] Kompas, 12 Agustus
2009,hlm.2
[19] “Antara Pertumbuhan Ekonomi
dan Pengangguran”, MediaIndonesia, 10 Agustus 2007, hlm.7
[20] Jawa Pos,6 Januari
2002,hlm.5
[21]FX
Sodijana dkk, “Ekonomi Pembangunan Indonesia (Tinjauan Aspek Hukum)”,
Universitas atmajaya, Yogyakarta. 2008,hlm.79
[22] L. Budi Kagramanto, “Mengenal
Hukum Persaingan Usaha”, Laros ,Surabaya, 2008 hlm. 182
[23] Dhaniswara K.Hardjono, “Pemahaman
Hukum Bisnis Bagi Pengusaha”, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2006, hlm.24
[24] Huala Adolf,2005,Hukum
Perdagangan Internasional,Raja Grafindo Persada,Jakarta,h.69
[25] Pasal 66 UU No 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa
Comments
Post a Comment