PELAYANAN PUBLIK PADA PENGADILAN AGAMA/ MAHKAMAH SYAR’IYAH DI INDONESIA
PELAYANAN PUBLIK PADA PENGADILAN AGAMA/ MAHKAMAH SYAR’IYAH
DI INDONESIA
OLEH
NUR MOKLIS
A.
PENDAHULUAN
Sebagaian
masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa Pengadilan Agama
adalah “Pengadilan Second Line”, yaitu lembaga peradilan yang dianggap
tidak mempunyai peranan penting dalam penegakkan hukum di Indonesia. Namun
demikian hal tersebut lambat-laun telah
terbantahkan, Peradilan Agama mengalami perubahan yang sangat pesat seiring
perubahan waktu dan setelah penyatuan
atap lembaga-lembaga peradilan di Indonesia yang terdiri empat lingkungan
peradilan, yaitu: Pengadilan Umum, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha
Negara dan Pengadilan Militer, dibawah Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Peradilan Agama mulai berbenah untuk mereformasi diri
untuk memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat dengan
sebaik-baiknya. Nilai pengabdian dan tanggungjawab sebagai bagian dari warga
peradilan untuk mewujudkan cetak biru (blue
print) Mahkamah Agung Republik Indonesia, serta upaya mencapai visi
Mahkamah Agung Republik Indonesia yaitu mewujudkan “Peradilan Yang Agung”.
Menjadi
sebuah keniscayaan bagi seluruh aparat peradilan agama
untuk senantiasa meningkatkan kinerja serta menegakkan supremasi hukum yang menjadi
amanat Undang-Undang. Sekedar perlu diketahui bahwa jumlah aparat
peradilan
agama sekitar 11.579 pada periode akhir desemder 2012. Mereka
terdiri 8.363 orang tenaga teknis dan 3.216 tenaga non teknis. Adapun tenaga
teknis terdiri 3.670 hakim, 3.276 panitera, 1.419 tenaga kejurusiataan. Dari
jumlah 11.579 orang tersebut, 1.512 orang bertugas di PTA/MSA dan 10.067
bertugas di PA/MS[1]. Dengan jumlah aparat yang cukup terbatas,
karena jumlah tersebut harus dibagi pada 359 satuan kerja Pengadilan tingkat
pertama dan 29 satuan kerja Pengadilan Tinggi Agama. Apabila dikalkulasi masing-masing satuan kerja
hanya memiliki sekitar 29 atau 30 orang pegawai, hal ini meliputi hakim,
kepaniteraan, kesekretariatan, kejurusitaan serta staf. Rasio aparat peradilan
Agama akan tidak seimbang jika dilihat jumlah perkara yang dihadapi setiap
tahunnya, pada tahun 2011 perkara yang masuk di pengadilan agama sejumlah
363.448 perkara, pada tahun 2012 mengalami peningkatan 404.857 perkara[2],
sangat dimungkinkan pada tahun 2013 juga mengalami peningkatan jumlah perkara
jika dilihat dari grafik peningkatan perkara dalam lima tahun terakhir dan juga
masih tambahan dengan jumlah perkara yang tersisa dari tahun sebelumnya yang
rata-rata 72.000-an perkara.
Meskipun
ratio jumlah aparat peradilan agama dengan jumlah perkara yang diterima masih
tidak seimbang namun dengan kemajuan teknologi “sistim informasi
administrasi perkara peradilan agama” (SIADPA) dan komitmen untuk
menggenjot reformasi birokrasi yang merupakan suatu keniscayaan lembaga
peradilan, Badan peradilan Agama mencanangkan
program prioritas yang merupakan
tindak lanjut dari Cetak Biru Pembaruan Mahkamah Agung RI 2010-2035, adapun 7
program prioritas tersebut adalah: penyelesaian perkara, manajemen
SDM, pengelolaan website, pelayanan publik dan meja informasi, implementasi
SIADPA, pengawasan dan “justice for all” yang terdiri dari fasilitas prodeo,
sidang keliling dan posbakum.
Permasalahan
berbangsa dan bernegara semakin lama semakin komplek, baik dalam ranah politik,
hukum, ekonomi dan dimensi kemasyarakatan yang lain. Masyarakat dipertontonkan
dengan berbagai “perseturuan” politik oleh elit-elit partai dinegeri ini,
baik yang duduk di pemerintahan maupun di DPR. sebagian masyarakat menganggap tontonan tersebut sebagai hiburan, karena para elit tersebut mengatasnamankan pembela
kepentingan masyarakat, tapi tidak sedikit yang merasa bosan dengan pertunjukan
dagelan politik oleh para elit partai tersebut yang dianggap sekedar retorika atau “pemanis
bibir” menjelang pileg atau pilpres tahun depan. Sebagian Masyarakat mengatakan kualitas penegakan hukum yang ada
sekarang terus menurun karena pemerintah kurang peduli dalam penegakan hukum.
Imbasnya, kasus-kasus besar tidak
terselesaikan.
Disisi
lain para penegak hukum selalu dicerca, dihujat, dicaci-maki oleh sebagian masyarakat, baik itu polisi,
jaksa, hakim secara individu penegak hukum itu sendiri bahkan mengarah pada
lembaga kepolisian, lembaga kejaksaan dan lembaga peradilan itu sendiri. Salah
satu contoh seperti yang dilontarkan
oleh advokat seneor OC Kaligis dalam acara Indonesia lawer club yang disiarkan
secara nasional oleh TVone, ketika membahas perkara Macica Mukhtar bertema "Perjuangan Machicha Mukhtar Berujung Duka"
Senin malam (29/4). Tentu banyak hal yang menyebabkan sebagian
masyarakat melakukan tindakan tersebut, antara lain karena dari aspek prilaku
para penegak hukum yang tidak mencerminkan prilaku ideal, karena masyarakat
sudah tidak percaya pada aparat penegak hukum karena sistim yang dianggap korup
atau beribu alasan yang dari masing-masing individu tersebut yang belum
terungkap dengan uraian kata, bahkan ada yang menggunakan bahasa “pokoke”,
pokoke ora percoyo (pokoknya tidak percaya) meskipun tanpa ada alasan
yang mendasarinya.
Memang
banyak hal yang harus diperbaiki diberbagai dimensi kehidupan berbangsa dan
bernegara baik dari sisi politik, hukum, ekonomi dan lainnya. Hal tersebut
tentu membutuhkan peranan maksimal dari pemerintah sebagai lembaga eksekutif baik dari tingkat pusat sampai daerah, DPR
sebagai lembaga legislatife yang berperan merumuskan undang-undang bersama
pemerintah, Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga yudikatif yang merupakan tempat terakhir masyarakat
menemukan keadilan, serta lembaga-lembaga Negara lainya.
Kemudian
pertanyaan mendasar yang diajukan adalah: 1.Bagaimana Peradilan Agama dan/
Mahkamah syar’iyah mereformasi diri sehingga menjadi peradilan modern? 2.
Bagaimana pelayanan public Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah kepada masyarakat?
Dua pertanyaan ini akan makin actual jika dihadapkan dengan berbagai
perkembangan politik hukum di Indonesia yang makin progresif setelah
bergulirnya era reformasi saat ini, apalagi setelah setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 tentang yudisial riview Pasal
55 ayat (2) Undang-undang No.21 tahun 2008, yang mana kekuasaan mengadili sengketa
dibidang ekonomi syariah adalah kewenangan Peradilan Agama Secara pasti.
Realitanya Peradilan
Agama sekarang telah didukung dengan sumberdaya manusia yang handal, hal ini diketahui dengan indikator pendidikan formal aparat peradilannya yaitu: 26 orang
berpendidikan Doktor (S3), 1.814 orang
berpendidikan Magister (S2), 5.393 orang berpendidikan Sarjana (S1), 248
berpendidikan DIII dan SLTA 880 orang[3],
diharapkan menjadi asset bangsa yang sangat berharga untuk menjadi salah satu
alat pengurai benang kusut yang dihadapi masyarakat dan bangsa Indonesia.
B.
MENGENAL
PERADILAN AGAMA DAN MAHKAMAH SYARIAH
Pengadilan
Agama memiliki kompetensi absolute sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama yang telah di ubah dengan Undang-Undang-Undang
Nomor. 3 tahun 2006 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor. 50 tahun 2009
tentang Peradilan Agama. Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:. Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq,
Shadaqah; dan Ekonomi Syari'ah[4].
Pada
penjelasan pasal 49 Undang-Undang nomor 3 tahun 2006
diatas yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur
dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang
dilakukan menurut syari'ah, antara lain:
1.
Izin
beristri lebih dari seorang;
2.
Izin
melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh
satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada
perbedaan pendapat;
3.
Dispensasi
kawin;
4.
Pencegahan
perkawinan;
5.
Penolakan
perkawinan oleh pegawai pencatat nikah;
6.
Pembatalan
perkawinan;
7.
Gugatan
kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8.
Perceraian
karena talak;
9.
Gugatan
perceraian;
10.
Penyelesaian
harta bersama;
11.
Penguasaan
anak-anak;
12.
Ibu
dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang
seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13.
Penentuan
kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau
penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14.
Putusan
tentang sah tidaknya seorang anak;
15.
Putusan
tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16.
Pencabutan
kekuasaan wali;
17.
Penunjukan
orang lain sebagai wall oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wall
dicabut;
18.
Penunjukan
seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas)
tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19.
Pembebanan
kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
20.
Penetapan
asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum islam;
21.
Putusan
tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
22.
Pernyataan
tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum undang- undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
Yang
dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing
ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalap tersebut, serta
penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
Yang
dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu
benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku
setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Yang
dimaksud dengan "hibah" adalah pembegan suatu benda secara sukarela
dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan
hukum untuk dimiliki.
Yang
dimaksud dengan "wakaf' adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang
(wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harts benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syari'ah.
Yang
dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan syari'ah untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.
Yang
dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu
kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan,
memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain
berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
Yang
dimaksud dengan "shadagah" adalah perbuatar; seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela
tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah
Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
Yang
dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:
a.
Bank
syari'ah;
b.
Lembaga
keuangan mikro syari'ah.
c.
Asuransi
syari'ah;
d.
Reasuransi
syari'ah;
e.
Reksa
dana syari'ah;
f.
Obligasi
syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah;
g.
Sekuritas
syari'ah;
h.
Pembiayaan
syari'ah;
i.
Pegadaian
syari'ah;
j.
Dana
pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan
k.
Bisnis
syari'ah.
Menurut Dr Mukti Arto,SH.,MH.[5]
Ruang Lingkup Perkara Ekonomi Syariah, dalam hal ini, kompetensi absolut pengadilan
agama meliputi
beberapa aspek perbankan syariah dan kegiatannya dalam menjalankan ekonomi
syariah yang, antara lain, meliputi:
1.
Kelembagaan (perorangan dan/atau badan hukum)
dalam perbankan syariah;
2.
Akad (perjanjian) yang dibuat dalam perbankan
syariah;
3.
Kegiatan (operasionalisasi) perbankan syariah;
4.
Sengketa tentang status hukum kelembagaan
perbankan syariah;
5.
Sengketa tentang akad (perjanjian) dalam
perbankan syariah;
6.
Sengketa
tentang prestasi dan wanprestasi;
7.
Sengketa
tentang arbitrase syariah;
8.
Sengketa
tentang kepailitan syariah;
9.
Sengketa tentang perlindungan nasabah dalam
perbankan syariah;
10. Sengketa tentang pengingkaran
terhadap arbiter pada arbitrase syariah;
11. Penunjukan arbiter ketiga pada arbitrase syariah;
12. Penilaian secara formal terhadap putusan arbitrase syariah;
13.
Penetapan penolakan/perintah eksekusi putusan
arbitrase syariah;
14. Tindak lanjut penyelesaian sengketa ekonomi syariah pada badan arbitrase
syariah (UU No.30 Th 1999);
15.
Menyelesaikan sengketa kepailitan (UU No.37
Tahun 2004);
16.
Menyelesaikan sengketa ekonomi syariah pada
umumnya;
17.
Melaksanakan putusan sengketa ekonomi syariah
(putusan PA, basyarnas, dan gross akte);
18.
Menunjuk arbiter pada basyar yang
disengketakan;
19.
Menyelesaikan sengketa tentang putusan
basyarnas;
20. Mendaftar (mendeponir) putusan basyarnas;
21. Mengeksekusi putusan basyarnas;
22. Menetapkan kepailitan debitur;
23. Menetapkan pengampu (curator);
24.
Menetapkan
hakim pengawas;
25.
Menyelesaikan sengketa kepailitan dalam
kegiatan ekonomi syariah
Sementara untuk Mahkamah Syar’iyah aceh mendapatkan
perluasan kompetensi absolute berdasarkan Undang-undang nomor 11 tahun 2006
pasal 128 ayat 3-4 yang berbunyi: (3) Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa,
mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal
al-syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas
syari’at Islam. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bidang ahwal al-syakhsiyah
(hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Qanun Aceh[6].
Jika dalam hukum keluarga Mahkamah syar’iyah memiliki
kompetensi absolute yang sama dengan peradilan Agama, maka dalam bidang
muamalah berdasarkan Qanun Nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan syari’at islam
mahkamah syar’iayah Aceh berwenang mengadili perkara-perkara yang meliputi setidaknya 21 jenis perkara[7]:
1.
Jual
beli
2.
Hutang
piutang
3.
Qiradh
(Permodalan)
4.
Musaqah,
muzara`ah, mukharabah (bagi hasil pertanian)
5.
Wakilah
(Perwakilan)
6.
Syirkah
(Perkongsian)
7.
`Ariyah
(Pinjam-meminjam)
8.
Hajru
(Penyitaan harta)
9.
Syuf`ah
(Hak lang-geh)
10. Rahnun (Gadai)
11. Ihya`ul mawat (Pembukaan la-han)
12. Ma`din (Tambang)
13. Luqathah (Barang temuan)
14. Perbankan
15. Ijarah (Sewa me-nyewa)
16. Takaful
17. Perburuhan
18. Wakaf
19. Hibah
20. Shadaqah
21. Hadiah
Kemudian
timbul satu pertanyaan apakah mahkamah syar`iyah dengan kekhususannya hanya
berwenang mengadili bidang muamalat versi qanun nomor.10
tahun 2002 Peradilan Syari’at Islam di Aceh dan tidak berwenang
mengadili ekonomi syariah versi Undang-Undang nomor. 3
tahun 2006 tentang peradilan agama? menurut Dr.
H. Syamsuhadi Irsyad, SH, MH, dalam disertasinya yang berjudul Mahkamah
Syar`iyah Dalam Sistem Peradilan Nasional (2009 :369) berpendapat bahwa
perkara-perkara ekonomi syariah juga merupakan kewenangan Mahkamah Syar`iyah
dalam bidang muamalah, karena dalam konteks ini Pengadilan Agama perlu dibaca
sebagai Mahkamah Syar`iyah. Dengan demikian Mahkamah syar’iyah juga berwenang
mengadili “ekonomi syari’ah” yang meliputi :
1.
Bank
syari’ah;
2.
Lembaga
keuangan mikro syari’ah;
3.
Asuransi
syari’ah;
4.
Reasuransi
syari’ah;
5.
Reksa
dana syari’ah;
6.
Obligasi
syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
7.
Sekuritas
syari’ah;
8.
Pembiayaan
syari’ah;
9.
Pegadaian
syari’ah;
10.
Dana
pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan
11.
Bisnis
syari’ah.
Dalam
bidang Jinayah mahkamah syar’iyah berwenang mengadili perkara-perkara
yang meliputi: hudud, Qishas/ diyat dan ta’zir, secara rinci sebagai berikut[8]:
Perkara Hudud, yang meliputi :
1)
Zina
2)
Qadzaf
(Menu-duh berzina)
3)
Mencuri
4)
Merampok
5)
Minuman
ke-ras dan Nafza
6)
Murtad
7)
Pemberontakan
Perkara
Qishash/Diyat, meliputi :
1) Pembunuhan
2) Penganiayaan
Perkara Ta’zir, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan
pelanggaran syariat selain hudud dan qishash, meliputi :
1) Judi
2) Penipuan
3) Pemalsuan
4) Khalwat
5) Meninggalkan
shalat fardhu
6)
Meninggalkan puasa Ramadhan.
Dalam
perkembangan berikutnya lahirlah Qanun-Qanun yang mengatur secara teknis
tentang hukum jinayat/ Pidana syariah meskipun belum mencakup keseluruhan
seperti ketentuan Undang-Undang No.11 tahun 2006 tentang pemerintahan aceh dan
Qanun nomor 02 tahun 2002 tentang peradilan syariat islam di aceh. Qanun yang
dilahirkan antara lain Qanun no. 11 tahun 2002 tentang aqidah, ibadah dan syiar
islam, Qanun no. 12 tahun 2002 tentang minuman Khamer dan sejenisnya, Qanun
no.13 tahun 2002 tentang maisir (perjudian), Qanun no.14 tahun 2002 tentang
khalwal (mesum)[9].
Dari
beberapa indicator diatas, setidaknya ada beberapa kesimpulan sementara yang dapat
ditarik, pertama terkait
mempuninya sumberdaya manusia aparat Peradilan Agama saat ini. Kedua
kewenangan absolute peradilan agama dan atau Mahkamh Syar’iyah
yang sangat luas
pada saat ini. Ketiga Progaram prioritas
Badan Peradilan Agama yang telah dan sedang dijalankan. penulis berpendapat
lembaga Peradilan Agama dan atau Mahkamah Syar’iyah
saat ini pantas mendapatkan dukungan dari masyarakat dan bangsa Indonesia untuk
semakin meningkatkan reformasi diri serta memaksimalkan pelayanan hukum yang
berkeadilan bagi masyarakat Indonesia.
Disisi
lain apatisme sebagian masyarakat tentang kemampuan yudisial Peradilan Agama
dan atau Mahkamah Syar’iyah seperti ditunjukkan OC kaligis dalam acara Indonesia lawer club yang disiarkan secara nasional
oleh TVone, ketika membahas perkara Macica Mukhtar bertema "Perjuangan Machicha Mukhtar Berujung Duka"
Senin malam (29/4),
akan terbantahkan dengan sendirinya seiring dengan tingkat pemahaman dan
kesadaran hukum oleh masyarakat Indonesia. Betapa terkejutnya
kita ketika melihat fenomena yang sangat kontras. Peradilan Agama ternyata
tidak seperti yang diopinikan sebagian masyarakat, sebagai peradilan perceraian
semata, namun juga merupakan lembaga peradilan modern dengan semakin
kompleknya perkara yang harus diselesaikan, apalagi
dengan perkembangan politik hukum di Indonesia yang sangat progresif akhir-akhir ini.
Kompleksitas
perkara-perkara yang diterima, diperiksa dan diadili Peradilan Agama dan atau
Mahkamah Syar’iyah dalam jumlah yang begitu besar, tentunya memberikan
sumbangan yang tidak kecil dalam menegakkan hukum dalam bingkai sistem
peradilan nasional.
C.
REFORMASI
BIROKRASI DILINGKUNGAN PERADILAN AGAMA.
Dalam
rangka memastikan berjalannya reformasi birokrasi dilingkungan 4 peradilan ,
Mahkamah Agung RI selalu melakukan pengawasan internal. Dilingkungan Peradilan
agama sendiri mengawasan juga dilaksanakan secara berkala guna memastikan
revormasi birokarasi berjalan sesuai yang diharapkan.
Ada beberapa jenis pengawasan yang dapat disebutkan sebagai
berikut: pengawasan Internal adalah pengawasan dari dalam lingkungan peradilan
sendiri yang mencakup 2 (dua) jenis pengawasan yaitu: Pengawasan Melekat dan
Rutin/Reguler.
Pengawasan Melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat
sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung
terhadap bawahannya secara preventif dan represif, agar pelaksanaan tugas
bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana
kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengawasan Rutin/Reguler adalah pengawasan yang dilaksanakan
Pengadilan Agama Atau Mahkamah Syariyah secara rutin terhadap penyelenggaraan
peradilan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Pengawasan Keuangan adalah pemeriksaan terhadap penyelenggaraan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dana/bantuan pihak ketiga
yang sedang berjalan (Current Audit), dan atau yang telah direalisasikan
beserta neraca (Post Audit) yang meliputi Audit Ketaatan (terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku), Audit Keuangan (dengan menggunakan standar
akuntansi yang berlaku), dan Audit Operasional (apakah pengelolaan APBN telah dilakukan
secara ekonomis, efisien, dan efektif).
Penanganan Pengaduan adalah rangkaian proses penanganan atas
pengaduan yang ditujukan terhadap instansi, atau pelayanan publik, atau tingkah
laku aparat peradilan dengan cara melakukan monitoring, dan atau observasi, dan
atau konfirmasi, dan atau klarifikasi, dan atau investigasi (pemeriksaan) untuk
mengungkapkan benar tidaknya hal yang diadukan tersebut.
Manajemen Pengadilan adalah rangkaian kebijakan untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian/
pengawasan dan penilaian serta evaluasi atas kegiatan yang dilakukan.
Administrasi Persidangan adalah seluruh kegiatan yang harus
dilakukan untuk pelaksanaan persidangan, meliputi sistem pembagian perkara,
penentuan majelis hakim, penentuan hari sidang, pemanggilan, pembuatan berita
acara persidangan, dan tertib persidangan.
Administrasi Perkara adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
aparat pengadilan yang diberi tugas untuk mengelola penanganan perkara yang
meliputi prosedur penerimaan perkara, keuangan perkara, pemberkasan perkara,
penyelesaian perkara, dan pembuatan laporan perkara sesuai dengan pola yang
sudah ditetapkan.
Administrasi Umum adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dibidang kepegawaian, keuangan, inventaris, perpustakaan, tertib,
persuratan, tertib perkantoran, dan lain-lain.
Kinerja Pelayanan Publik adalah suatu tingkat pencapaian atas
pelaksanaan tugas pelayanan publik dibidang hukum dan keadilan yang mendukung
terwujudnya visi dan misi lembaga peradilan.
Tindak Lanjut adalah tindakan, atau kebijakan yang diambil sebagai
pelaksanaan dan rekomendasi hasil pengawasan.
Maksud Pengawasan: 1. Memperoleh informasi apakah penyelenggaraan
tehnis peradilan, pengelolaan administrasi peradilan, dan pelaksanaan tugas
umum peradilan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 2. Memperoleh umpan balik bagi kebijaksanaan, perencanaan dan
pelaksanaan tugas-tugas peradilan. 3. Mencegah terjadinya penyimpangan,
mal-administrasi, dan ketidakefisienan penyelenggaraan peradilan. 4. Menilai
kinerja.
Tujuan Pengawasan adalah untuk dapat mengetahui kenyataan yang ada
sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pimpinan Pengadilan Agama untuk
menentukan kebijakan dan tindakan yang diperlukan menyangkut pelaksanaan tugas
pengadilan, tingkah laku aparat pengadilan, dan kinerja pelayanan publik pada
Pengadilan Agama.
Fungsi Pengawasan adalah: 1. Menjaga agar pelaksanaan tugas lembaga
peradilan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.2. Mengendalikan agar administrasi peradilan dikelola secara tertib
sebagaimana mestinya, dan aparat peradilan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. 3. Menjamin terwujudnya pelayanan publik yang
baik bagi para pencari keadilan yang meliputi: kualitas putusan, waktu
penyelesaian perkara yang cepat, dan biaya berperkara yang murah.
Bentuk dan metode pengawasan antara lain: pengawasan rutin/reguler pada Pengadilan Agama dilaksanakan dalam bentuk
pengawasan langsung, yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap para
pejabat terkait (penanggung jawap kegiatan) baik dibidang keperkaraan maupun
kesekretariatan dengan metode interview dan pemeriksaan dokumen, yang meliputi
tindakan sebagai berikut : Memeriksa program kerja. Menilai dan megepaluasi
hasil kegiatan/pelaksanaan program kerja
Memberikan saran-saran untuk perbaikan. Melaporkan kepada Pimpinan
Pengadilan Agama Atau Mahkamah
Syariyah. Merekomendasikan kepada Pimpinan Pengadilan Agama Atau Mahkamah Syariyah atau Pejabat yang berkopenten terhadap
temuan-temuan yang memerlukan tindak lanjut.
Pengawasan Rutin/Reguler dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan
terhadap objek-objek pemeriksaan yang meliputi: a. Manajemen Peradilan,
terdiri Program kerjam, Pelaksanaan/pencapaian target, Pengawasan dan
pembinaan, Kendala dan hambatan, Faktor-faktor yang mendukung, dan Evaluasi
kegiatan. b. Administrasi Perkara, meliputi: Prosedur penerimaan
perkara, Prosedur penerimaan permohonan
banding, Prosedur penerimaan permohonan kasasi, Prosedur penerimaan permohonan
peninjauan kembali, Prosedur penerimaan permohonan grasi/remisi untuk perkara
pidana, Keuangan perkara, Pemberkasan perkara dan kearsipan, dan
Pelaporan.c. Administrasi persidangan dan pelaksanaan putusan: Sistem
pembagian perkara dan penentuan majelis hakim, Ketepatan waktu pemeriksaan dan
penyelesaian perkara, Minutasi perkara, Pelaksanaan putusan (eksekusi).
d. Administrasi Umum: Kepegawaian, Keuangan, Inventaris, Perpustakaan,
tertib persuratan dan perkantoran. e. Kinerja pelayanan publik:
Pengelolaan manajemen, Mekanisme pengawasan. Kepemimpinan, Pembinaan dan
pengembangan sumber daya manusla, Pemeliharaan/perawatan inventaris, Tingkat
ketertiban, kedisiplinan, ketaatan, kebersihan dan kerapihan, Kecepatan dan
ketepatan penanganan perkara, Tingkat
pengaduan masyarakat.
Pengawasan rutin/reguler dilakukan dalam bentuk pemeriksaan, yaitu
dengan mekanisme pengamatan yang dilakukan dari dekat, dengan cara mengadakan
perbandingan antara sesuatu yang telah atau akan dilaksanakan, dengan sesuatu
yang seharusnya dilaksanakan menurut ketentuan peraturan yang berlaku.
Seluruh hasil dan temuan dan pemeriksaan dan pengawasan yang telah
dilakukan oleh para Hakim Pengawas Bidang pada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariyah baik dengan pelaksanaan tugas pokok di
lingkungan kepaniteraan maupun kesektariatan serta evaluasi atas
penyelenggaraan managemen peradilan, kinerja lembaga peradilan dan kualitas
pelayanan publik, dituangkan dalam bentuk laporan tertulis atau berita acara
pemeriksaan dengan susunan dan format yang sistematis, untuk selanjutnya
dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Agama Atau
Mahkamah Syariyah.
Terhadap temuan-temuan atau hasil pengawasan yang memerlukan tindak
lanjut para Hakim pengawas merekomendasikan kepada Ketua Pengadilan Agama Atau Mahkamah Syariyah atau para pejabat yang berkopenten
untuk segera menindak lanjuti hasil temuan tersebut, sehingga pada tahun-tahun
berikutnya dapat disusun program kerja secara cermat dan tepat serta
kendala-kendala yang ada dapat segera diantisipasi dan diselesaikan, sehingga
tidak muncul lagi pada pelaksanaan tugas tahun anggaran berikutnya.
D.
PENGADILAN
AGAMA/ MAHKAMAH SYAR’IYAH DAN PELAYANAN PUBLIK
Dilingkungan
peradilan agama dan mahkamah syariyyah di Indonesia, masyarakat berhak
mendapatkan pelayanan public, antara lain, pelayanan permohonan, pelayanan
gugatan, pelayanan mediasi, pelayanan clas action, pelayanan upaya hokum dan
lain lain, dan akan dibahas dibawah ini.[10]
Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis berhak mendapatkan
bantuan hukum dari Advokat Piket pada Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang ada
diPengadilan Agama setempat yang akan membantu Pemohon untuk menyusun Surat
Permohonannya( biasanya di kelas 1A Khusus, disediakan posbakum dari
Kemenkumhan) dan jika tidak ada posbakum di PA/MS kelas 1B atau Kelas 2,
pemohon bias menghadap keketua PA/MS untuk kemudian KPA/KMS menunjuk Hakim
supaya pemohon mengucapkan permohonannya secara lesan kemudian Hakim tersebut
mencatatnya/ gugatan lesan sesuai HIR.
Pemohon menyampaikan permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama di
tempat tinggal Pemohon. Pengadilan mendaftarkan permohonan dalam buku register
dan memberi nomor urut setelah pemohon membayar panjar biaya perkara yang
besarnya sudah ditentukan dalam SKUM. Khusus untuk permohonan pengangkatan/adopsi anak, Surat Permohonan
diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat
tinggal anak yang hendak diangkat.
Jenis-jenis permohonan yang
dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, yaitu: a. Permohonan pengangkatan wali
bagi anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. b. Permohonan
pengangkatan wali/pengampu bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang
dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun. c.
Permohonan dispensasi kawin bagi pria yang belum mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 (enam belas) tahun. d.
Permohonan izin kawin bagi calon mempelai yang belum berusia 21 (dua puluh
satu) tahun. e. Permohonan pengangkatan anak f. Permohonan untuk menunjuk
seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) oleh karena para pihak tidak
bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (arbiter). g. Permohonan
sita atas harta besama tanpa adanya gugatan cerai dalam hal salah satu dari
suami isteri h. Melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta
bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya. i. Permohonan izin untuk
menjual harta bersama yang berada dalam status sita untuk kepentingan keluarga.
j. Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan mafqud. k.
Permohonan penetapan ahli waris. l. Permohonan penetapan wali adhal,
apabila wali nikah calon mempelai wanita yang akan melangsungkan perkawinan
tidak mau menjadi wali dalam perkawinan tersebut. m. Permohonan pencabutan
surat penolakan perkawinan dari Pegawai Pencatat Nikah. n. Permohonan
pencegahan perkawinan, apabila calon mempelai atau salah satu calon mempelai
tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. o. Permohonan pembatalan perkawinan,
apabila perkawinan telah dilangsungkan, sedangkan calon mempelai atau salah
satu calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. p. Permohonan
itsbat kesaksian rukyat hilal.
Dalam
hal pelayanan gugatan, Para Pihak dapat mengajukan gugatan dengan menyerahkan
surat gugatan kepada Petugas Meja Pertama sebanyak jumlah pihak, ditambah 4
(empat) rangkap untuk Majelis Hakim dan arsip. Dokumen yang perlu diserahkan
adalah: a. Surat gugatan atau surat permohonan yang ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah yang berwenang. b. Surat Kuasa Khusus
(dalam hal Penggugat atau Pemohon menguasakan kepada pihak lain). c. Fotokopi
Kartu Anggota Advokat bagi yang menggunakan jasa advokat. d. Bagi pihak yang
menggunakan perwakilan selain advokat (Kuasa Insidentil), harus ada surat
keterangan tentang hubungan keluarga dari Kepala Desa/ Lurah dan/atau surat
izin khusus dari atasan bagi PNS dan Anggota TNI/Polri. e. Salinan putusan
(untuk permohonan eksekusi). f. Salinan surat-surat yang dibuat di luar negeri
yang disahkan oleh Kedutaan atau perwakilan Indonesia di negara tersebut, dan
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah yang disumpah.
Penggugat
yang tidak dapat membaca dan menulis, dapat mengajukan gugatannya secara lisan
di hadapan Ketua Pengadilan Agama dan wajib dicatat oleh Pengadilan.
Petugas
Meja Pertama menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Pihak pemohon atau penggugat tidak akan diminta
untuk membayar apapun yang tidak tertera dalam SKUM.
Penaksiran
panjar biaya perkara mempertimbangkan: a. Jumlah pihak yang berperkara. b.
Jarak tempat tinggal dan kondisi daerah para pihak (radius). c. Untuk perkara
cerai talak harus diperhitungkan juga biaya pemanggilan para pihak untuk sidang
ikrar talak. d. Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi
lebih dahulu dibebankan kepada pihak Penggugat melalui uang panjar biaya
perkara.
Bagi
masyarakat yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan berperkara secara
prodeo (cuma-cuma) kepada Ketua Pengadilan. Penggugat menerima Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 4 (empat) dari Petugas Meja Pertama yang
berisi informasi mengenai rincian panjar biaya perkara yang harus dibayar.
Penggugat melakukan pembayaran panjar biaya perkara melalui bank yang ditunjuk
oleh Pengadilan.Penggugat menyerahkan bukti pembayaran berikut SKUM kepada
Pemegang Kas untuk diberi tanda lunas serta surat gugatan atau permohonan.
Berkas yang telah memiliki tanda lunas diserahkan kepada petugas Meja Kedua
untuk diberikan nomor register. Lamanya proses pendaftaran perkara, dalam hal
berkas-berkas telah terpenuhi, adalah paling lama 1 (satu) hari.
Pelayanan
Gugatan Kelompok (Class Action): 1. Gugatan perwakilan kelompok
dapat diajukan dalam perkara wakaf, zakat, infaq dan shadaqah. 2. Penggugat
mengajukan surat gugatan kelompok mengacu pada persyaratan persyaratan yang
diatur oleh hukum acara perdata yang berlaku, dan harus memuat: a. Identitas
lengkap dan jelas dari wakil kelompok. b. Definisi kelompok secara rinci dan
spesifik walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu-persatu. c.
Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan
kewajiban melakukan pemberitahuan. 3.
Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak
dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota. 4. Hakim memutuskan
apakah gugatan perwakilan yang diajukan sah atau tidak. Apabila penggunaan
prosedur gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah, maka Hakim segera
memerintahkan Penggugat mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh
persetujuan Hakim. Apabila penggunaan tata cara gugatan perwakilan kelompok
dinyatakan tidak sah, maka pemeriksaan gugatan dihentikan dengan suatu putusan
Hakim. 5. Dalam proses perkara tersebut Hakim wajib mendorong para pihak untuk
menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan
maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara. 6. Pengadilan wajib melakukan pemberitahuan
kepada anggota kelompok pada tahaptahap: a. Segera setelah Hakim memutuskan
bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah,
selanjutnya anggota kelompok dapat membuat pernyataan keluar. b. Pada tahap
penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi ketika gugatan dikabulkan. 7.
Apabila gugatan ganti rugi dikabulkan, Hakim wajib memutuskan jumlah ganti rugi
secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak, mekanisme
pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil
kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian seperti halnya kewajiban
melakukan pemberitahuan atau notifikasi.
Pelayanan
Administrasi Persidangan: 1. Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah
menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari kerja sejak perkara didaftarkan. 2. Ketua Majelis Hakim sudah
menetapkan hari sidang pertama selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja.
Dalam menetapkan hari sidang, Ketua Majelis Hakim harus memperhatikan
jauh-dekatnya tempat tinggal para pihak yang berperkara dengan tempat
persidangan. 3. Untuk para pihak yang berdomisili di luar negeri maka tenggang
waktu antara pemanggilan dengan persidangan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
sejak surat permohonan pemanggilan dikirimkan.
Pelayanan
Gugatan Kelompok (Class Action): 1. Gugatan perwakilan kelompok dapat
diajukan dalam perkara wakaf, zakat, infaq dan shadaqah. 2. Penggugat
mengajukan surat gugatan kelompok mengacu pada persyaratan persyaratan yang
diatur oleh hukum acara perdata yang berlaku, dan harus memuat: a. Identitas
lengkap dan jelas dari wakil kelompok. b. Definisi kelompok secara rinci dan
spesifik walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu-persatu. c.
Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban
melakukan pemberitahuan. 3. Untuk
mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak
dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota. 4. Hakim memutuskan apakah gugatan perwakilan
yang diajukan sah atau tidak. Apabila penggunaan prosedur gugatan perwakilan
kelompok dinyatakan sah, maka Hakim segera memerintahkan Penggugat mengajukan
usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan Hakim. Apabila
penggunaan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan tidak sah, maka
pemeriksaan gugatan dihentikan dengan suatu putusan Hakim. 5. Dalam proses perkara tersebut Hakim wajib
mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian,
baik pada awal persidanganmaupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara. 6.
Pengadilan wajib melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok pada
tahaptahap: a. Segera setelah Hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara
gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah, selanjutnya anggota kelompok dapat
membuat pernyataan keluar. b. Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti
rugi ketika gugatan dikabulkan. 7. Apabila gugatan ganti rugi dikabulkan, Hakim
wajib memutuskan jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau
sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi dan
langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan
dan pendistribusian seperti halnya kewajiban melakukan pemberitahuan atau
notifikasi.
Pelayanan
Administrasi Persidangan: 1. Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah
menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari kerja sejak perkara didaftarkan. 2. Ketua Majelis Hakim sudah
menetapkan hari sidang pertama selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja.
Dalam menetapkan hari sidang, Ketua Majelis Hakim harus memperhatikan
jauh-dekatnya tempat tinggal para pihak yang berperkara dengan tempat
persidangan. 3. Untuk para pihak yang berdomisili di luar negeri maka tenggang
waktu antara pemanggilan dengan persidangan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
sejak surat permohonan pemanggilan dikirimkan. pengumuman di pengadilan dan
pada lokasi dimana sidang keliling akan dilaksanakan. 6. Persyaratan
administrasi yang perlu dilengkapi untuk mengajukan perkara pada sidang keliling
adalah: a. Surat gugatan atau permohonan b. Kelengkapan dokumen-dokumen yang
diperlukan sesuai dengan perkara yang diajukan. c. Membayar panjar biaya
perkara yang telah di tetapkan oleh Pengadilan. Bagi yang tidak mampu membayar
maka dapat mengajukan prodeo atau beperkara secara gratis (lihat panduan cara
mengajukan prodeo). d. Pada saat pelaksanaan Persidangan Pemohon/penggugat
harus membawa minimal 2 (dua) orang saksi yang mengetahui permasalahan
penggugat/pemohon. e. Menyerahkan semua persyaratan yang sudah lengkap tersebut
di atas ke kantor pengadilan baik secara pribadi atau perwakilan yang ditunjuk.
f. Setelah persyaratan diserahkan, minta tanda bukti pembayaran (SKUM), dan
satu salinan surat gugatan/permohonan yang telah diberi nomor perkara. 7.
Setelah perkara diputus, salinan putusan bisa diambil di Pengadilan atau di
tempat sidang keliling.
Itsbat
Rukyatul Hilal: 1. Pemohon (Kantor Kementerian Agama) mengajukan permohonan itsbat
kesaksian rukyat hilal kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah yang
membawahi wilayah tempat pelaksanaan rukyat hilal. 2. Panitera atau
petugas yang ditunjuk mencatat permohonan tersebut dalam register khusus untuk
itu. 3. Sidang itsbat rukyat hilal dilaksanakan di tempat rukyat hilal
(sidang di tempat), dilakukan dengan cepat dan sederhana, sesuai dengan kondisi
setempat. 4. Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah menunjuk hakim
majelis atau hakim tunggal untuk menyidangkan permohonan tersebut 5. Hakim
yang bertugas harus menyaksikan kegiatan pelaksanaan rukyat hilal.6.
Pelaksanaan rukyat hilal harus sesuai dengan data yang diterbitkan oleh
Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama RI.7. Semua biaya yang timbul akibat
permohonan tersebut dibebankan kepada anggaran negara.
Pelayanan
Administrasi Upaya Hukum: Pelayanan Administrasi Perkara Banding: a.
Para Pihak dapat mengajukan permohonan banding kepada Petugas Meja Pertama
dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah putusan diucapkan atau
setelah diberitahukan dalam hal putusan tersebut diucapkan diluar hadir. b.
Pengadilan mendaftarkan perkara dan memberikan Akta Pernyataan Banding kepada
Pemohon Banding apabila panjar biaya banding telah dibayar lunas. c. Masyarakat
dapat melakukan pembayaran biaya perkara melalui Bank, kecuali di daerah
tersebut tidak ada Bank. Pegawai Pengadilan tidak dibenarkan menerima
pembayaran biaya perkara langsung dari pihak berperkara (SEMA No. 4/2008). d.
Pengadilan menyampaikan permohonan banding kepada Pihak Terbanding dalam waktu
7 (tujuh) hari kalender, tanpa perlu menunggu diterimanya memori banding. e.
Pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas banding (Berkas A dan B) ke
Pengadilan Tinggi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan banding
diajukan. f. Pemohon banding dapat melakukan pencabutan permohonan banding
dengan mengajukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang ditanda tangani oleh
pembanding (harus diketahui oleh prinsipal apabila permohonan banding diajukan
oleh kuasanya) dengan menyertakan akta panitera. Pengadilan tingkat banding
wajib mengirimkan salinan putusan dikirim pada pengadilan Agama untuk
diberitahukan kepada para pihak. Panitera wajib membuat akta pemberitahuan
putusan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.
Pelayanan
Administrasi Perkara Kasasi: a.
Permohonan kasasi dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah putusan
atau penetapan Pengadilan diucapkan dan diberitahukan (dalam hal putusan
tersebut diucapkan di luar hadirnya). b. Pemohon kasasi menerima SKUM yang
dicap/stempel Lunas oleh Pemegang Kas setelah menyerahkan bukti pembayaran. c.
Petugas Meja Pendaftaran meregister permohonan kasasi dan menyerahkan akta
pernyataan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara. d. Pengadilan
menyampaikan permohonan kasasi dalam waktu 7 (tujuh) hari kepada pihak lawan.
e. Memori kasasi selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah
pernyataan kasasi harus sudah diterima pada kepaniteraan pengadilan negeri. f.
Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender salinan memori kasasi
tersebut disampaikan kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud. g. Jawaban
atau kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender
sesudah disampaikannya memori kasasi harus sudah diterima pada kepaniteraan
pengadilan negeri untuk disampaikan pihak lawannya. h. Sebelum berkas perkara
dikirim ke Mahkamah Agung harus diberikan kesempatan kepada kedua belah untuk
mempelajari/memeriksa berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam akta.
i. Pengadilan tingkat pertama dalam waktu 65 (enam puluh lima) hari sejak
permohonan kasasi diajukan, harus sudah mengirimkan berkas kasasi (Berkas A dan
B) ke Mahkamah Agung. j. Pencabutan permohonan kasasi diajukan kepada Ketua
Pengadilan Agamayang ditanda tangani oleh pemohon kasasi (harus diketahui oleh
prinsipal apabila permohonan kasasi diajukan oleh kuasanya) dengan menyertakan
akta panitera. k. Pencabutan permohonan kasasi harus segera dikirim oleh
Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh
Panitera. l. Mahkamah Agung wajib mengirimkan salinan putusan kepada Pengadilan
Agama untuk diberitahukan kepada Para Pihak paling lambat dalam waktu 2 (dua)
hari untuk perkara yang berdasarkan oleh peraturan perundang-undangan harus
selesai dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dan 2 (dua) bulan untuk perkara yang
tidak bersifat prioritas.
Pelayanan
Administrasi Perkara Peninjauan Kembali: a.
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam waktu 180 (seratus delapan
puluh) hari kalender. b. Pemohon kasasi menyerahkan tanda bukti pembayaran
panjar biaya perkara dan menerima SKUM yang telah dibubuhi cap stempel lunas
dari Pemegang Kas. Pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan
peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan meregister
permohonan peninjauan kembali. c. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat
belas) hari panitera wajib memberitahukan tentang permohonan PK kepada pihak
lawannya dengan memberikan/mengirimkan salinan permohonan peninjauan kembali
beserta alasan-alasanya kepada pihak lawan. d. Jawaban/tanggapan atas alasan
peninjauan kembali selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan PK
tersebut diterima harus sudah diterima kepaniteraan untuk disampaikan pihak
lawan. e. Jawaban/tanggapan atas alasan PK yang diterima kepaniteraan
pengadilan harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan diatas
surat jawaban tersebut. Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan
kepada Ketua Pengadilan yang ditandatangani oleh pemohon peninjauan kembali
(harus diketahui oleh pemohon apabila permohonan peninjauan kembali diajukan
oleh kuasanya) dengan menyertakan akta panitera. g. Pencabutan permohonan
peninjauan kembali harus segera dikirim oleh Paniterake Mahkamah Agung disertai
akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera. h. Dalam hal perkara telah
diputus, Mahkamah Agung wajib mengirimkan salinan putusan pada Pengadilan Agama
pengaju untuk diberitahukan kepada Para Pihak paling lambat dalam waktu 2 (dua)
hari untuk perkara yang berdasarkan oleh peraturan perundang-undangan harus
selesai dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dan
2 (dua) bulan untuk perkara yang tidak bersifat prioritas.
E.
PENUTUP
Demikian makalah yang penulis sajikan dan dari pembahasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa:
Peradilan Agama dan/ Mahkamah syar’iyah mereformasi diri sehingga
menjadi peradilan modern dengan memanfaatkan semua sumberdaya yang dimilikinya,
baik sumberdaya manusia, sumberdaya teknologi informasi, semangat pelayanan
terhadap bangsa dan negara serta
paradigma bahwa mengabdi dan cinta pada Negara adalah bagian dari iman dan
bekerja keras untuk masyarakat bangsa dan Negara adalah ibadah pada Allah SWT.
Pelayanan public Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah kepada
masyarakat sampai saat ini sudah mengalami perbaikan dan kemajuan yang sangat
siqnifikan, apalagi setelah revormasi birokrasi, masyarakat mendapatkan
pelayanan lebih maksimal dengan keberadaan web dimasing masing Pengadilan Agama
(PA) dan Mahkamah Syar’iyah (MS).
Demikian, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
H.A. Mukti
Arto, Kerangka Hukum Muamalah Bidang Ekonomi Syariah Studi Mengenai
Prinsip-Prinsip Dasar Untuk Menyelesaikan Kasus-Kasus di Pengadilan Agama,
Bahan Diklat II Program PPC Terpadu Angkatan VII Peradilan Agama seluruh
Indonesia Tanggal 24 September sd 28 November 2012 Pudiklat Badan Litbang
Diklat Kumdil MA-RI di Mega Mendung, Bogor.
HIR/Rbg
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 138/KMA/SK/IX/2009 tentang
Jangka Waktu Penanganan Perkara pada Mahkamah Agung Republik Indonesia
KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Teknis
Administrasi dan Teknis Peradilan Agama
Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah
Kompilasi Hukum Islam
Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan
Agama, Buku II Edisi Revisi 2010, Mahkamah Agung RI Direktorat Jendral Badan
Peradilan Agama, 2010
Penetapan MARI Nomor: KMA/095/X/2006).
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syari’at Islam Di Mahkamah Syar’iayah Aceh
Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah Dan
Syiar Islam
Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamer Dan
Sejenisnya.
Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir (Perjudian)
Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (Mesum).
SEMA No. 3 Tahun 1998 tentang Penyelesaian Perkara
SK
KMA Nomor 026 Tahun 2012 Tentang Setandar Pelayanan public.
Surat Edaran TUADA ULDILTUN MARI No. MA/KUMDIL/8810/1987
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama
Undang-undang Nomor. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Pertama UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
[4] Lihat UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama UU No.7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama Pasal 49 dan penjelasannya.
[5] Dr.H.A. Mukti Arto, Kerangka Hukum
Muamalah Bidang Ekonomi Syariah Studi Mengenai Prinsip-Prinsip Dasar Untuk
Menyelesaikan Kasus-Kasus di Pengadilan Agama, Bahan Diklat II Program PPC
Terpadu Angkatan VII Peradilan Agama seluruh Indonesia Tanggal 24 September sd
28 November 2012 Pudiklat Badan Litbang Diklat Kumdil MA-RI di Mega Mendung,
Bogor. Hal.17-18.
[6] Undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh pasal 128 ayat 3-4. Dan lihat pula Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan
Agama, Buku II Edisi Revisi 2010, Mahkamah Agung RI Direktorat Jendral Badan
Peradilan Agama, 2010 hal.53-54.
[7] Qanun Nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam Mahkamah
Syar’iayah Aceh Pasal 49 huruf (b)Dan Penjelasannya.
[8] Qanun Nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam di Mahkamah Syar’iayah Aceh Pasal 49 huruf (c)Dan Penjelasannya
[9] Lihat Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah Dan Syiar Islam, Qanun
Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamer Dan Sejenisnya, Dan Qanun Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Maisir (Perjudian) Dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang
Khalwat (Mesum).
[10] SK KMA Nomor
026 Tahun 2012 Tentang Setandar Pelayanan public.
Comments
Post a Comment