AKAD MURABAHAH DALAM PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH



AKAD MURABAHAH DALAM PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH
Oleh:
Nur Moklis
Akad murabahah merupakan akad jual beli yang disepakati antara Bank syariah dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank dari pemasok ditambah margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan sesuai kesepakatan.[1] Kepemilikan barang akan berpindah dari bank kepada nasabah segera setelah akad jual beli ditandatangani. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang (wakalah), maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
Dalam akad murabahah, cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati oleh kedua belah pihak, dapat dilakukan secara langsung ataupun angsuran secara proporsional, dan bank berwenang meminta nasabah untuk menyediakan jaminan untuk mengantisipasi resiko apabila nasabah tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad. Bank juga dapat meminta pembayaran uang muka (urbun) oleh nasabah saat awal akad. Selama akad jual beli belum berakhir, harga jual beli tidak boleh berubah, bila terjadi perubahan maka akad menjadi batal. Pada umumnya sering dilakukan dalam pembiayaan perumahan (KPR).
Bank Indonesia melalui Surat Edaran Nomor 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 menyatakan bahwa dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:[2]
a)      Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksi  murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang.
b)     Barang adalah obyek jual beli yang diketahui secara jelas  kuantitas, kualitas, harga perolehan dan spesifikasinya.
c)      Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik  produk pembiayaan atas dasar akad murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
d)     Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar akad murabahah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan/atau prospek usaha (condition).
e)      Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian  barang yang telah disepakati kualifikasinya.
f)      Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah.
g)     Kesepakatan atas marjin ditentukan hanya satu kali pada awal pembiayaan atas dasar murabahah dan tidak berubah selama periode pembiayaan,
h)     Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar murabahah  dan
i)       Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah. Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan dimuka. Bank dapat meminta ganti rugi kepada nasabah atas pembatalan pesanan oleh nasabah sebesar biaya riil.


[1]Disarikan dari Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), No: 04/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Murabahah, 17 Jumadil Akhir 1421 H /16 September 2000 M

Comments

Popular posts from this blog

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENERAPANNYA DI PENGADILAN AGAMA (SESI KE-1)

STUDI TENTANG PEMIKIRAN IMAM AL-SYAUKANI DALAM KITAB IRSYAD AL-FUHUL

HADITS-HADITS AHKAM TENTANG JUAL BELI (SALE AND PURCHASE)